Minggu, 28 Agustus 2011

Kawasan Hutan Buntu Turunan Simalungun Diduga Diperjualbelikan

SIMALUNGUN, NGO News. Sengketa agraria di kawasan Hutan Buntu Turunan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, terkait pelepasan sebagian kawasan hutan seluas 340,70 hektar, sudah sampai ke Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan.
Saat ini, masalah tersebut sedang diteliti dan ditinjau oleh Komisi A DPRD Sumut.
Sengketa yang berawal dari terbitnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : SK.53/Menhut-II/2005. Forum Aksi Reformasi Pemberdayaan Masyarakat (Farpem) sebagai pihak penerima lahan seluas 340,70 hektar yang disetujui oleh Menhut RI sesuai dengan bunyi SK tersebut, tidak melaksanakan pendistribusian lahan sebagaimana  mestinya kepada warga Dusun I Desa Buntu Turunan, sekarang menjadi Nagori Buntu Bayu.
Warga menuding Farpem telah memperjualbelikan lahan itu kepada pihak lain ataupun pengusaha dari luar daerah. Juga menuding memanipulasi daftar nama penerima lahan dengan memasukkan nama – nama orang luar daerah ke dalam daftar nama penerima lahan.
Sementara warga yang berhak dan dari awal telah terlibat berjuang, sama sekali tidak masuk dalam daftar.
Bahkan menurut warga, sebagian lahan seluas 15 hektar telah diperjualbelikan dengan harga Rp 20 juta per hektar. Diselenggarakan oleh Panitia bersama dengan Pangulu / Kepala Desa Buntu Turunan dan Camat Hatonduhan kepada seorang pengusaha dari Siantar sebelum terbitnya SK Menhut RI Nomor 53 tersebut .
Rencananya, di lokasi itu akan didirikan Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Namun karena adanya masalah dalam penjualan serta tidak adanya izin prinsip, pertengahan tahun 2006 pembangunan PKS itu terpaksa dihentikan.
Akibat tidak adanya titik temu antara warga dengan Farpem, Pangulu Buntu Turunan, Camat Hatonduhan, maupun Pemkab dan DPRD Simalungun, oleh warga melalui Kuasanya, Pahala Sihombing, yang juga dari awal turut terlibat dalam perjuangan lahan itu, mengadukan masalah ini ke DPRD Sumut dan telah dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) oleh Komisi A pada hari Jumat, 24 Juni 2011 lalu di Gedung DPRD Sumut.
Pahala Sihombing, Kuasa Warga menyampaikan kesimpulan rapat yaitu meminta Bupati Simalungun untuk meninjau kembali pembagian lahan tersebut, dan diminta agar lahan itu dapat didistribusikan kepada rakyat yang berhak.
Pahala juga menyebutkan kalau DPRD Sumut juga meminta kepada Polda Sumut untuk segera memeriksa tim yang membagi-bagikan tanah tersebut serta mengungkap dan menangkap para pelaku jual beli lahan itu.
Kepada BPN Simalungun, Dewan meminta agar tidak lagi mengeluarkan sertifikat baru dan meninjau ulang sertifikat yang telah dikeluarkan karena diduga telah melanggar dan menyalahi ketentuan yang ada.
Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Sumut, JB. Siringo – ringo, yang dikonfirmasi mengenai hal ini mengatakan kalau masalah itu adalah wewenang Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun.
“Dalam otonomi daerah seperti sekarang, permasalahan itu merupakan wewenang dan tugas dari Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun. Bukan wewenang provinsi,” ujarnya beberapa hari yang lalu.
Siringo – ringo menyarankan bila warga menemukan ada indikasi penjualan aset terhadap hutan tersebut, warga dapat mendesak Dinas Kehutanan di Simalungun untuk membuat pengaduan ke pihak Polres Simalungun. ( PAHALA SIHOMBING )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar