Minggu, 28 Agustus 2011

LSM .....HARUS KOMPAK

Lsm…. harus Bersatu Untuk Karya Nyata


Berawal dari ketidak adilan dan kurangnya pemahaman bermitra

NGO News. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah sebuah komunitas masyarakat madani (civil society) yang unik di Indonesia yang dalam perjalanannya senantiasa menyertai dan "mengkawal" perkembangan pembangunan di Indonesia. Mengutip release dari NGO,s International Forum 2007, terbitan Harper Collins, Indonesia tercatat sebagai salah satu Negara yang paling banyak diminati oleh LSM dunia, terutama setelah peristiwa Tsunami di Aceh dan Nias tahun 2004. Bahkan disebutkan, kemungkinan sekali Indonesia paling banyak memiliki (jumlah) LSM.

Yang jelas tidak ada satu survey pun yang memastikan di peringkat berapa Indonesia dalam percaturan LSM dunia. Berdasarkan ketentuan LSM masuk dalam kategori Ormas berdasarkan UU No. 8 Tahun 1985. Bahkan Departemen Dalam Negeri c/q Ditjen Kesbangpol, sebagai badan yang diserahi tugas untuk menginventarisasi dan memfasilitasi kegiatan Ormas dan LSM tidak dapat memberikan data yang pasti tentang jumlah dan keberadaan LSM di Indonesia. Sebagian kalangan bahkan dibingungkan dengan ketidakjelasan pembagian fungsi dan tugas-tugas lembaga-lembaga dan badan atau yayasan berbadan hukum yang termasuk dalam kategori ormas berdasakan amanat UU Keormasan. Dengan demikian UU Keormasn No. 8 Tahun 1985, telah kedaluarsa alias tidak sanggup lagi mengakomodir perkembangan Ormas dan dinamitas yang ditimbulkan oleh munculnya (menjamurnya)  LSM pada kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini.

 Namun lepas dari persoalan-persoalan tersebut di atas, secara umum LSM tetap menjalankan fungsinya sebagai mitra pembangunan melalui berbagai cara dan peran. Dan, kita sudah tiba pada point of no return berpikir setback  dimana selama ini peran LSM dimarginalkan bahkan dalam beberapa tataran dianggap sempalan alias mengganggu kenyamanan posisi penguasa.

Yang jelas tidak ada satu survey pun yang memastikan di peringkat berapa Indonesia dalam percaturan LSM dunia. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan, LSM masuk dalam kategori Ormas berdasarkan UU No. 8 Tahun 1985. Bahkan Departemen Dalam Negeri c/q Ditjen Kesbangpol, sebagai badan yang diserahi tugas untuk menginventarisasi dan memfasilitasi kegiatan Ormas dan LSM tidak dapat memberikan data yang pasti tentang jumlah dan keberadaan LSM di Indonesia. Sebagian kalangan bahkan dibingungkan dengan ketidakjelasan pembagian fungsi dan tugas-tugas lembaga-lembaga dan badan atau yayasan berbadan hukum yang termasuk dalam kategori ormas berdasakan amanat UU Keormasan. Dengan demikian UU Keormasan No. 8 Tahun 1985, telah kedaluarsa alias tidak sanggup lagi mengakomodir perkembangan Ormas dan dinamitas yang ditimbulkan oleh munculnya (menjamurnya)  LSM pada kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini.




I.  Pengertian Umum Organisasi Kemasyarakatan:
II.                Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan Nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Penjelasan Umum:

UU Keormasan No. 8 Tahun 1985 implementasinya di lapangan justru menciptakan satu keadaan yang bak “tong sampah” (garbage NGO), tempat berkumpulnya berbagai aktivitas “makhluk ornop” dalam satu kandang besar (a big village), kesannya kumuh dan tidak  energik. Misalnya organisasi keagamaan “dikandangkan” dengan LSM yang bergerak dalam link lain, misalnya bidang investigasi hukum dan politik, atau yayasan yang bergerak di bidang pendidikan dengan LSM yang mengurusi masalah pertahanan, dan lain sebagainya.

Namun lepas dari persoalan-persoalan tersebut di atas, secara umum LSM tetap menjalankan fungsinya sebagai mitra pembangunan melalui berbagai cara dan peran. Dan, kita sudah tiba pada point of no return dan tidak berpikir setback  dimana selama ini peran LSM dimarginalkan bahkan dalam beberapa tataran dianggap sempalan alias mengganggu kenyamanan posisi penguasa.

Oleh karena itulah, pihak LSM mengharapkan adanya revisi terhadap perundang-undangan ini, yang penyusunannya haruslah melibatkan semua stakeholder (termasuk institusi seperti  kejaksaan, Dephan, BIN, Direktorat Pajak, dll) untuk memastikan fungsi dan peran ormas dan LSM bermanfaat secara maksimal serta tetap berjalan dalam kerangka (frame) dan koridor Pancasila dan UUD 1945.

Ke depan, LSM harus memiliki semacam kode etik yang akan menjadi rujukan bersama untuk melangkah, sehingga terhindar dari perbuatan-perbuatan dan tindakan yang berpotensi melanggar hukum. Dengan demikian, kiprah LSM yang begitu luas tetap terjaga dan terukur dalam tataran kaidah-kaidah berbangsa dan bernegara.

III.    Dasar Hukum:

a)    UUD 1945 Pasal 28, yaitu kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sebagaimana ditetapkan dengan Undang-undang;


b)    Undang Undang Republik Indonesia  No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3298);

c)    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah;

d)    Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaran Pemilihan Umum.
e)    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum;

f)     Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
g)    Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986 Tentang Pelaksanaan UU No. 8 Tahun 85 Tentang  Organisasi Kemasyarakatan;

h)   Inmendagri No. 08 Tahun 1990 Tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat.


IV.        Tujuan dan Sasaran


a.    Meningkatkan pemahaman kalangan ormas dan lembaga swadaya masyarakat tentang Pilkada.

b.    Mensosialisasikan tentang Pilkada Serentak  bagi masyarakat.

c.    Mendialogkan permasalahan-permasalahan terkait dengan penyeleggaraan Pemilu, baik Legislatif, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden maupun Pemilihan Umum Kepala Daerah, dari asapek keterlibatan unsur-unsur kemasyarakatan, sosial politik nasional, serta ketentraman dan keterlibatanmasyarakat secara umum.

d.    Sebagai media untuk melakukan interaksi, komunikasi, konsultasi guna berlansungnya pendidikan politik yang lebih baik.

b)    Mendiskusikan berbagai issu-issu strategis politik nasional terkait dengan kebijakan-kebijakan dibidang politik khususnya terhadap kepemiluan dalam rangka memperoleh masukan yang diperlukan sebagai bahan penyusunan kebijakan pemerintah lebih lanjut.

c)    Menyerap beragam aspirasi dari pemangku kepentingan (stakeholder) terkait dengan penyelenggaraan Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilihan Kepala Daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar