Selasa, 08 November 2011

Tapal Batal Kriminalitas

NGO News. Ketika aparat tidak melindungi dan mengayomi warga negaranya. Keadilan harus ditempuh cara apa?

Kita sering mendengar dan menyaksikan, betapa mudahnya pengusaha mengkriminalkan kaum pekerja. Bahkan dalam  undang-undang pidana, perbuatan tidak menyenangkan bisa dilaporkan pengusaha ke Kepolisiaan.

Dan kami mencatat hal paling penting dalam penegakan hukum di Indonesia, dimana bukan soal pelanggarannya, melainkan  siapa melaporkan siapa?

Sejak November 2010, sebelas pekerja PT Bintang Pratama Sakti tidak dibayar upahnya. Mereka dibiarkan oleh pengusaha begitu saja.  Untuk mengadvokasi permasalahan itu, kami pernah melayangkan surat kepada Direktur perusahaan  bernama Carry Pratomo.  Pada Maret 2011, kami melakukan perundingan dikantornya, di Gedung Multipiranti Graha building 1st  floor Jl Radin Inten II/2 – Buaran Jakarta Timur.

Selanjutnya, Carry minta waktu untuk memenuhi kewajibannya, membayar hak-hak pekerja. Pada 5 Mei 2011, dia mengirim pesan  pendek, bahwa minggu tersebut akan membayarkan upah pekerja. Tapi yang terjadi,  janji tinggal janji, dan Carry malah tak bisa dikontak sama-sekali.

Sebagai warga negara yang baik,  melalui Serikat Buruh Bangkit, kami tetap menjalankan prosedur hukum guna memperoleh keadilan. Kami melaporkan perselisihan hubungan industrial ini ke Kantor Dinas Tenaga Kerja Jakarta Timur. Namun, petugas di sana justru memberikan kabar bahwa mereka tidak bisa mengusut pengusaha tersebut, karena menurut mereka, kantor yang tertera dalam kop surat PT. Bintang Pratama Sakti tidak bisa ditemukan. Petugas Dinas Tenaga Kerja Jakarta Timur, katanya sudah  mendatangi kantor di Gedung Multipiranti, dan di sana tidak ada perusahaan itu.

Berdasarkan  informasi yang diberikan Dinas Tenaga Kerja, dan  menghilangnya Carry Pratomo kami laporkan ke Polres Jakarta Timur, yang merupayakan wilayah kerja mereka.  Namun, pada sore yang panas di ruang Nit Serse lantai 2 itu, kami dihadapkan pada perjalanan yang buntu. Seorang petugas yang kami tak tahu namanya karena tak mengenakan seragam  kerja, sama sekali tidak mau menerima laporan kami. Dia tetap menyuruh kami untuk membawa kasus ini ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Apa sejatinya PHI? Dan bagaimana mekanisme serta prosedur berperkara di pengadilan itu?

PHI, pengadilan ad-hock  untuk kasus perselisihan hubungan indsustrial itu, tempat menyelesaikan persoalan hak dan  kepentingan, persoalan  antarserikat dan pemutusan hubungan kerja. Di sana mensyaratkan adanya bukti risalah perundiangan yang ditempuh sebelumnya yitu, mediasi.  Pertanyaannya, bagaimana bisa dilakukan mediasi? Jika Dinas Tenaga Kerja sebagai instansi terkait yang bertugas memerantarai dan melakukan pengawasan  justru tak bisa lagi melacaknya?

Tapi, apapun yang terjadi, persoalan ketenagakerjaan tetap harus diselesaikan melalui PHI. Meski ia sudah berubah menjadi kasus pidana. Setidaknya, itu yang kami tangkap dari pernyataan aparat kepolisian di kantor Polres itu, yang menurutnya, harus ini harus tetap ke PHI. Pengaduan kami sungguh-sungguh ditolak. Karena Polres Jakarta Timur tidak menerima pengaduan ketenagakerjaan.

Di Indonesia, ada empat lembaga peradilan:  Pengadilan Umum; Pengadilan Agama; Pengadilan Militer dan; Pengadilan Tata Usaha Negara. Pidana, masuk dalam pengadilan umum, dan harusnya hukum itu berlaku bagi semua pelaku.  Memberikan keterangan palsu kepada pihak lain dan merugikan, apakah itu tidak masuk unsur pidana?

Dalam hal ini menurut kami, Kepolisian sudah melakukan penyelewengan wewenang sebagai aparatur negara yang harusnya melindungi dan menyayomi masyarakat. Apalagi, PT. Bintang Pratama Sakti adalah perusahaan mitra PD Dharma Jaya, sebagai BUMD milik Pemda DKI-Jakarta. Bagaimana hal ini bisa terjadi pada sebuah perusahaan yang dimiliki dan dibiayai oleh rakyat, khususnya rakyat DKI-Jakarta? Kok tega-teganya menelantarkan dan mengeksploitasi rakyat yang telah menghidupkan perekonomian bangsa, khususnya Jakarta?

Perbuatan tidak menyenangkan yang menimpa pengusaha dan pejabat, pelakunya selalu bisa dipidanakan. Tapi kenapa, ketika pengusaha yang merampok hak-hak rakyat, memberi keterangan palsu kepada publik dan negara, masih bisa dibiarkan?

Hukum harusnya menjadi alat pencegah timbulnya gejolak sosial dan kriminalitas, bukan menjadi pemicu. Dan hukum harusnya berlaku tanpa pandang bulu, bagi setiap warga negara. PHI tidak berkapasitas menangani kasus-kasus yang mengandung unsur pidana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar