Selasa, 08 November 2011

PR Besar Untuk Disnaker Kota Tangerang

NGO News. Di ruang Soka lantai 2 Rumah Sakit Umum Tangerang, Sarwati terbaring tak berdaya menjalani operasai pengangkatan tumor payudaranya. Menurut Mutamimah tetangganya, operasi pengangkatan tumor dengan berat  sekitar 5 kg itu berlangsung sejak pukul 10:00 hingga 15:00.

Di ruang terpisah di lantai dua, bertempat di perusahaan Starnesia Garment Jl Gatot Subroto Km 4 Jatiuwung Cibodas, Tangerang, Badriah tak kenal lelah menghadapi gempuran dua orang bernama Samsul Rizal selaku personalia dan Joko yang menjadi asisten Mr. Endraw Lee, warga Negara asal Korea.

Itu keempat kalinya Badriah menyambangi bagian personalia, untuk menanyakan pertanggungjawaban perusahaan terhadap salah satu pekerjanya yaitu Sarwati, yang tengah dirawat di rumah sakit. Sesuai Undang-Undang Nomor 3 Th 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, perusahaan wajib menanggung biaya pengobatan bagi pekerjanya sedari pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan lainnya.

Tapi apa yang didapat? Mendengar Badriah menjelaskan soal undang-undang, Joko justru membentak sengit, “Dia tidak ada hak di sini, kamu jangan mimpi akan menang!”

Sebelumnya, pada 4 Oktober ketika Departemen Finishing mengedarkan surat sumbangan untuk Sarwati, Badriah selaku Ketua Serikat Buruh di perusahaan itu sudah melakukan pendekatan kepada bagian personalia. Ketika itu ia ditemui oleh Samsul Rizal. Personalia itu janji akan menyampaikan kepada Joko, agar Joko menyampaikan langsung kepada pemilik perusahaan yaitu Mrs. Doong Raekim (Nyonya).

Badriah menunggunya dua hari. Pada 6 Oktober 2011 dia menanyakan keputusan manajemen. Ketika itu Rizal hanya bilang bahwa dia sudah menyampaikan kepada Joko, tapi Joko tidak bisa memutuskan.

Seminggu kemudian, yaitu 14 Oktober 2011 Badriah menelpon Joko menanyakan soal tanggungjawab perusahaan untuk pengobatan pekerjanya. Joko tak memberikan jawaban pasti.

“Saya akan tunggu Pak. Mulai dari sekarang, besok atau kapan perusahaan memberi keputusan?” kata Badriah.

“Emang kamu siapa? Bicara dengang siapa kamu? Perusahaan tidak bisa membantu karena tidak mampu!”

Saat itu Badriah mengirim pesan pendek keputusasaannya kepada pengurus Serikat Buruh Bangkit di pusat. Dia menyatakan kecewa dengan sikap manajemen dan cemas memikirkan Sarwati. Karena pada saat itu, di sebuah foto terbaru yang diambil oleh wartawan C&R edisi 11 Oktober 2011, payudara kanan Sarwati sudah mendoyot bengkak. Dan ketika Badriah menjenguknya, ia menyaksikan pori-porinya sudah terkelupas dan membiru. Ketika itu Badriah ingat, selama ini Sarwati adalah pekerja yang rajin, tak pernah absen. Ia sudah mengabdi lebih dari 6 tahun di PT Starnesia Garmen. Kok bisa-bisanya perusahaan sama sekali abai dengan alasan tidak mampu?

Menurut  Badriah, ketakmampuan keuangan tidak bisa seenaknya secara lisan seperti itu. Ia harus menunjukkan laporan neraca dari hasil audit yang dilakukan oleh akuntan publik. Undang-undang di Indonesia ini sudah mengatur itu dengan jelas. Dan lagi, kalau tak mampu, kenapa malah bikin perusahaan baru?

Soal perusahan baru di dalam PT Starnesia ini, ketika audiensi dengan Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang pada 19 Mei 2011 lalu juga diakui oleh Amri. Ketika itu Amri mengakui pihaknya kecolongan, ”Iya, memang ini kecolongan. Silahkan kalau mau ditulis.”

Masalah Sarwati adalah salah satu persoalan Ketenaga Kerjaan yang terjadi secara kasuistis. Karena pelanggaran yang dilakukan oleh PT Starnesia masih banyak lagi. berbagai pelanggaran itu bahkan telah dilaporkan secara resmi oleh Serikat Buruh Bangkit yang diketuai Badriah sejak 15 Juni 2010. Semua yang diadukan ke Disnaker di antaranya dalah soal Jamsostek, kenakalan perusahaan yang selalu menskors pekerja dengan menambahkan jam kerja 2 hingga 3 jam tanpa dibayar, upah di bawah UMK, dan lain-lain. semuanya normative, yang harusnya menjadi prioritas dalam pengawasan Disnaker Kota Tengerang itu, tanpa perlu menunggu laporan serikat. Iya kalau ada serikat dan melaporkan, bagaimana kalau tidak ada?

Tapi entah kenapa, sampai sekarang pelanggaran terus terjadi. Minggu lalu Badriah memberitahu bahwa kini perusahaan tambah berani melakukan pelanggaran. Tunjangan Masa Kerja dihilangkan, cuti tahunan dipersulit, dan dirinya malah dimutasi dengan surat yang dikeluarkan secara beruntun hingga empat kali. Termasuk dua hari dikeluarkan dua surat. Isinya pemberian peringatan (SP)  dan berujung pada pemutasian. Menurut Badriah, mutasi ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, Bab VII Pasal 28 Tentang Perlindungan Hak Berorganisasi, yang salah satunya perusahaan dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi.

Pelanggaran oleh Perusahaan dan Kinerja Disnaker

Soal kelambanan Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang, Badriah sudah berulang kali menanyakan pada petugas-petugas di sana. Ada Ibu Risma, Pak Amri, dan Pak Heryanto selaku Kepala Pengawasan. Menurut Badriah mereka selalu menjawab sedang dalam proses. Tapi persoalannya, perlu berapa lama proses situ? Masuk akalkah jika hampir dua tahun tapi panggilan ketiga pun belum juga dilakukan?

Bahkan ketika Badriah menanyakan pangilan tersebut pada 14 Oktober  2011 silam, Heryanto tidak memberikan jawaban. Dan yang lebih aneh, alasan para petugas Dinas Tenaga Kerja ini makin bermacam-macam. Sebelumnya, mereka beralasan pemilik perusahaan Starnesia tak bisa dihadirkan karena sakit. Sementara, pada saat yang sama orang yang dimaksud melintas di depan Badriah. Dia adalah Mr. Endraw. Dan ketika informasi itu disampaikan kepada petugas Disnaker, petugas menjawab, akan ditindaklanjut.

“Bagaimana kami tahu sudah ditinjaklanjut? Kalau diminta surat salinan panggilannya saja petugas Disnaker itu tak mau ngasih, katanya takut diekspos.”

Para petugas Disnaker juga menolak menandatangani daftar hadir ketika Badriah bersama pengurus Serikat Buruh Bangkit mendatangi kantor Disnaker di Jl. Perintis Kemerdekaan No 1 Cikokol Tangerang, guna menanyakan tindaklanjut dan meminta salinan panggilan, pada 5 Oktober 2011. Bagaimana kredibiltiasnya bisa dipertanggungjawabkan?

Yang unik dari sikap Disnaker ini adalah, lain di bawah lain di atas. Badriah menceritakan, bagaimana Pak Amri berapi-api bilang pada pengurus serikat saat mereka bersama-sama di lantai bawah. Menurut Amri, upah pekerja harus diberikan sesuai SK Gubernur. Namun ketika berada di ruang lantai atas dan berhadapan dengan pihak manajamen termasuk Mr Endraw Lee, Amri membenarkan perkataan Mr. Endraw bahwa upah belum disepakati oleh Apindo, jadi tak harus dibayar. perundingan itu berlangsung pada 15 Agustus 2011.

Persoalan Sarwati hanyalah salah satu Pekerjaan Rumah buat Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang untuk pekerja di Starnesia. Karena di perusahaan itu, selain tidak mengikutkan Sarwati sebagai peserta Jamsostek, juga ada banyak pekerja bernasib sama. Perusahaan juga tidak menyetorkan iuran Jamsostek yang dipotong dari gaji karyawan.

Tapal Batal Kriminalitas

NGO News. Ketika aparat tidak melindungi dan mengayomi warga negaranya. Keadilan harus ditempuh cara apa?

Kita sering mendengar dan menyaksikan, betapa mudahnya pengusaha mengkriminalkan kaum pekerja. Bahkan dalam  undang-undang pidana, perbuatan tidak menyenangkan bisa dilaporkan pengusaha ke Kepolisiaan.

Dan kami mencatat hal paling penting dalam penegakan hukum di Indonesia, dimana bukan soal pelanggarannya, melainkan  siapa melaporkan siapa?

Sejak November 2010, sebelas pekerja PT Bintang Pratama Sakti tidak dibayar upahnya. Mereka dibiarkan oleh pengusaha begitu saja.  Untuk mengadvokasi permasalahan itu, kami pernah melayangkan surat kepada Direktur perusahaan  bernama Carry Pratomo.  Pada Maret 2011, kami melakukan perundingan dikantornya, di Gedung Multipiranti Graha building 1st  floor Jl Radin Inten II/2 – Buaran Jakarta Timur.

Selanjutnya, Carry minta waktu untuk memenuhi kewajibannya, membayar hak-hak pekerja. Pada 5 Mei 2011, dia mengirim pesan  pendek, bahwa minggu tersebut akan membayarkan upah pekerja. Tapi yang terjadi,  janji tinggal janji, dan Carry malah tak bisa dikontak sama-sekali.

Sebagai warga negara yang baik,  melalui Serikat Buruh Bangkit, kami tetap menjalankan prosedur hukum guna memperoleh keadilan. Kami melaporkan perselisihan hubungan industrial ini ke Kantor Dinas Tenaga Kerja Jakarta Timur. Namun, petugas di sana justru memberikan kabar bahwa mereka tidak bisa mengusut pengusaha tersebut, karena menurut mereka, kantor yang tertera dalam kop surat PT. Bintang Pratama Sakti tidak bisa ditemukan. Petugas Dinas Tenaga Kerja Jakarta Timur, katanya sudah  mendatangi kantor di Gedung Multipiranti, dan di sana tidak ada perusahaan itu.

Berdasarkan  informasi yang diberikan Dinas Tenaga Kerja, dan  menghilangnya Carry Pratomo kami laporkan ke Polres Jakarta Timur, yang merupayakan wilayah kerja mereka.  Namun, pada sore yang panas di ruang Nit Serse lantai 2 itu, kami dihadapkan pada perjalanan yang buntu. Seorang petugas yang kami tak tahu namanya karena tak mengenakan seragam  kerja, sama sekali tidak mau menerima laporan kami. Dia tetap menyuruh kami untuk membawa kasus ini ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Apa sejatinya PHI? Dan bagaimana mekanisme serta prosedur berperkara di pengadilan itu?

PHI, pengadilan ad-hock  untuk kasus perselisihan hubungan indsustrial itu, tempat menyelesaikan persoalan hak dan  kepentingan, persoalan  antarserikat dan pemutusan hubungan kerja. Di sana mensyaratkan adanya bukti risalah perundiangan yang ditempuh sebelumnya yitu, mediasi.  Pertanyaannya, bagaimana bisa dilakukan mediasi? Jika Dinas Tenaga Kerja sebagai instansi terkait yang bertugas memerantarai dan melakukan pengawasan  justru tak bisa lagi melacaknya?

Tapi, apapun yang terjadi, persoalan ketenagakerjaan tetap harus diselesaikan melalui PHI. Meski ia sudah berubah menjadi kasus pidana. Setidaknya, itu yang kami tangkap dari pernyataan aparat kepolisian di kantor Polres itu, yang menurutnya, harus ini harus tetap ke PHI. Pengaduan kami sungguh-sungguh ditolak. Karena Polres Jakarta Timur tidak menerima pengaduan ketenagakerjaan.

Di Indonesia, ada empat lembaga peradilan:  Pengadilan Umum; Pengadilan Agama; Pengadilan Militer dan; Pengadilan Tata Usaha Negara. Pidana, masuk dalam pengadilan umum, dan harusnya hukum itu berlaku bagi semua pelaku.  Memberikan keterangan palsu kepada pihak lain dan merugikan, apakah itu tidak masuk unsur pidana?

Dalam hal ini menurut kami, Kepolisian sudah melakukan penyelewengan wewenang sebagai aparatur negara yang harusnya melindungi dan menyayomi masyarakat. Apalagi, PT. Bintang Pratama Sakti adalah perusahaan mitra PD Dharma Jaya, sebagai BUMD milik Pemda DKI-Jakarta. Bagaimana hal ini bisa terjadi pada sebuah perusahaan yang dimiliki dan dibiayai oleh rakyat, khususnya rakyat DKI-Jakarta? Kok tega-teganya menelantarkan dan mengeksploitasi rakyat yang telah menghidupkan perekonomian bangsa, khususnya Jakarta?

Perbuatan tidak menyenangkan yang menimpa pengusaha dan pejabat, pelakunya selalu bisa dipidanakan. Tapi kenapa, ketika pengusaha yang merampok hak-hak rakyat, memberi keterangan palsu kepada publik dan negara, masih bisa dibiarkan?

Hukum harusnya menjadi alat pencegah timbulnya gejolak sosial dan kriminalitas, bukan menjadi pemicu. Dan hukum harusnya berlaku tanpa pandang bulu, bagi setiap warga negara. PHI tidak berkapasitas menangani kasus-kasus yang mengandung unsur pidana.